Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Achmad Masduqi Machfudz wafat
pada Sabtu, 1 Maret 2014 sekitar pukul 17.27 WIB di Rumash Sakit Syaiful
Anwar Malang. Informasi diteruskan dari staf syuriyah PBNU H Mahbub
Muafi.
Dikutip dari website pesantren yang diasuhnya, Pondok Pesantren
Salafiyah Syafiiyah Nurul Huda, KH Masduqi Mahfudz dilahirkan di desa
Saripan (Syarifan) Jepara Jawa Tengah pada 1 Juli 1935.
Mantan Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur ini dikenal dengan gaya hidupnya
yang sederhana. Ia memiliki prinsip hidup "Kalau kita sudah meraih
berbagai macam ilmu terlebih ilmu agama, maka kebahagiaan yang akan kita
capai tidak saja kebahagiaan akhirat, akan tetapi kebahagiaan dunia pun
akan teraih."
Dari hasil pernikahannya dengan Nyai Chasinah
putri dari KH Chamzawi Umar pada 7 Juli 1957 dalam usia 22 tahun, ia
dikaruniai 9 orang anak. Sebelum memasuki dunia perkuliahan seluruh
putra dan putrinya tanpa kecuali diharuskan mengenyam pendidikan di
pesantren. Ini merupakan prinsip yang ditanamkan Kiai Masduqi para putra
putrinya. Dari pengalaman mengaji di pesantren ini, meskipun lata
belakang pendidikan putra putri beragam, mereka mampu menjalankan amanah
dakwah di tengah-tengah masyarakat.
Terlahir di tengah-tengah
keluarga religius yang taat, sejak kecil ia sudah dihiasi dengan tingkah
laku, sikap dan pandangan hidup ala santri. Ia dikenal sangat mencintai
dunia keilmuan. Sejak kecil, Kiai Masduqi menimba ilmu di pesantren dan
sekolah umum dengan biaya sendiri dengan menyempatkan berkeliling
menjual sabun dan kebutuhan yang lain tanpa sepengetahuan kiai atau
orang tuanya sendiri.
Sambil menuntut ilmu di SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama) di
Yogyakarta, ia mengaji di Pesantren Krapyak asuhan Yogyakarta KH Ali
Maksum. Sejak 1957 ia mengajar di berbagai sekolah di Kalimantan,
seperti di Tenggarong, Samarinda, dan Tarakan. Pada 1964 ia melanjutkan
studi di IAIN Sunan Ampel Malang, sekaligus sebagai dosen Tadribul Qiraah (bimbingan membaca kitab), bahasa Arab, akhlak, dan tasawuf.
Pemahamannya terhadap kitab gundul sangat dalam, baik ketika dalam pembahasan masalah di forum majlisul bahtsi wal muhadlaratud diniyyah, kodifikasi hukum Islam, bahtsul masail, maupun tanya jawab hukum Islam pada majalah Aula.
Pesantren Nurul Huda yang dirintisnya bermula hanya sebuah mushalla
kecil yang berada di Mergosono gang 3B. Mushalla yang sebelumnya sepi
oleh aktivitas ibadah mulai digalakkan semenjak ia berdomisili di situ
ketika meneruskan pendidikannya di IAIN Sunan Ampel Cabang Malang.
Karena keahliannya dalam bidang agama, banyak mahasiswa yang nyantri
kepadanya dan kemudian terus ia semakin dikenal dan semakin banyak orang
belajar agama sampai akhirnya musholla kecil tersebut menjadi pesantren
yang sesungguhnya.
Innalillah, KH Masduqi Mahfudz Wafat
Ditulis Oleh : Unknown pada hari: Minggu, 02 Maret 2014 | 04.35
Label:
warta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar